Ditulis Oleh: M. Nuh Ulul Azmi
Mahasiswa MD Angkatan 2019
Dosen Pembimbing: Dr. Ahmad Nurcholis, M.Pd
Informan Kunci : Sahila Fitria
A. Latar Belakang
Islam di Nusantara didakwahkan dengan cara bergadang. Hal tersebut tidak lepas dari tradisi dan sejarah Nabi Muhammad SAW yang berdakwah dengan cara berdagam ke negeri Yaman dan Syam. Semenjak remaja, Nabi hidup dengan penuh kecukupan. Ini didasari dengan karier bisnis beliau yang dimulai sejak usia 12 tahun, dengan kerja magang (internship) bersama pamannya berdagang ke Syam.
Dakwah dan berdagang adalah dua variable yang sangat berkaitan. Berdagang murah, jujur dan berkualitas akan mendatangkan banyak pelanggan. Prinsip dagang Nabi Muhammad Saw dengan cara : Pertama, investasi dari pengusaha kaya, janda, anak-anak yatim, yang tidak bisa menjalankan bisnisnya sendiri. Kedua, fee based. Bergadang dengan cara mendapatkan upah dari rekan dagang. Ketiga, bagi hasil (profit sharing). Keempat, prinsip bisnisnya adalah kejujuran, keteguhan memegang janji, sehingga penduduk Mekkah mengenal Nabi Muhammad SAW sebagai Al-Amin.
Khadijah menjadi investor, mengajak kerja sama kemitraan berdasarkan mudarabah (profit sharing). Sedangkan Nabi Muhammad SAW adalah pengelola (mudarib/manajer). Lebih kurang 28 tahun, Rasulullah telah menguasai pasar yang meliputi, Yaman, Suriah, Busra , Irak, Yordania, dan Bahrain. Dalam kesuksesan bisnisnya, Rasulullah ketika menikahi Khadijah, memberikan mahar 20 ekor unta muda dan 12 uqayyah (ons) emas.
B. Biografi Singkat
Sosok Da’i yang memiliki strategi dakwah dengan cara bergadang adalah KH. Oemar Sahla yang lahir di pulau Madura tepatnya di desa Mendris Kec. Modung Bangkalan pada hari Kamis tanggal 9 April 1942/23 Robi’ul Awal 1361 H. Ayah beliau bernama H. Marzuki dan Ibu beliau bernama Hj. Mari’ah. Lahir dari keluarga sederhana dan dibesarkan di lingkungan yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai religious, disiplin dan tegas. Beliau adalah putra sulung dari 8 bersaudara, sejak kecil beliau sudah giat membantu orang tua untuk berdagang.
Memasuki usia 5 tahun, beliau diajak orang tua untuk hijrah ke Pandaan Pasuruan. Pada waktu Indonesia masih dalam masa agresi Belanda ke-2. Kemudian keluarga mengajaknya untuk mengungsi ke Kota Malang, hingga keadaan dan situasi menjadi kondusif . Beranjak dewasa beliau merantau ke Kota Malang bekerja ikut pamannya di pasar, di samping itu juga menjadi karyawan toko kain.
Pada tanggal 30 September 1965, beliau menikah dengan Ibu Sumirah putri dari Bapak Kaspan Siswoamidarmo dan Ibu Supi’ah. Pada tahun 1995 beliau menunaikan ibadah haji yang pertama dan pada tahun 2009 menunaikan ibadah haji yang kedua bersama istri tercinta. Dari pernikahan itu beliau dikaruniai 16 putra/putri,dan yang masih hidup ada 10 orang yaitu Umar Ismail, Maryam Abidah, Rohma Afifa, Moch. Syakir, Sahila Fitriyah, Achmad Cholid, Musa As’ari, Aly Khaidaroh, Achmad Thoriq dan Nur Khumairoh. Sedangkan cucu beliau berjumlah 20 orang.
Keluarga KH. Oemar Sahla termasuk keluarga besar. Beliau 8 bersaudara dan istrinya 9 bersaudara. Keluarga yang rukun dan damai, hingga sampai sekarang keturunan beliau masih saling komunikasi dan silahturahmi dengan bibi dan paman baik yang di Jawa maupun Madura.
Metode pendidikan terhadap putra-putri adalah sangat disiplin dan tegas terutama dalam pendidikan agama. Beliau tidak pernah memarahi mereka yang berbuat kesalahan dihadapan anggota keluarga yang lain. Cara beliau menasihati dengan memanggil salah satu dari putra-putri yang berbuat salah ke dalam kamar. Beliau sangat menjaga perasaan mereka. Semua anak-anaknya nya diberikan pendidikan yang layak. Baik pendidikan formal maupun non formal. Di antarnya adalah MI Attaroqqie Kota Malang, setelah lulus MI beliau memberi kebebasan pada anak-anaknya untuk masuk Pondok Pesantren atau ke Pendidikan Formal.
Ada sebuah cerita dari Sdr.Umar Ismail ketika nyantri di Pesantren Ilmu Al Qur’an (P.I.Q ) Singosari yang diasuh KH. Bashori Alwi, karena kehabisan uang dan pulang tanpa sepengetahuan pengasuh dan pengurus,tanpa basa-basi (tidak disuruh istirahat dll) langsung diantar kembali ke pesantren. Pengalaman nyantri dari Sdr.Aly Khaidaroh penuh drama,sering sakit di Pesantren dibawa pulang sembuh , balik lagi ke pesantren sakit lagi itu berulang sampai puluhan kali.
Dengan penuh kesabaran beliau mengantar ke pesantren Darussa’adah di desa Gubugklakah daerah pegununungan di Poncokusumo yang diasuh oleh KH. Nur Hasanuddin dengan mengendarai motor Suzuki A100 dengan berbagai ujiannya (ban bocor,motor mogok,kemalaman dan kehujanan ) tetap beliau lakukan sampai putranya sehat dan betah di pesantren. Semua putra/i nya mendapat pelakuan yang sama,beliau mendidik dengan keras dan disiplin,bukan berarti tak sayang,lebih baik membuat mereka menangis di waktu kecil dari pada mereka membuat beliau menangis di waktu besar nanti. Jika ada adik yang menangis (entah itu jatuh atau terjepit dll ),nah kita kakaknya yang menjaga pasti kena marah( kadang dijewer atau dipukul sama beliau).Ternyata disitu ada nilai budi pekerti,kita harus menjaga amanah dan tanggung jawab saat momong adik.
Saat merantau ke Malang sambil bekerja beliau juga menimba ilmu agama kepada beberapa ulama kharismatik yang ada di kota Malang diantaranya KH.Bashori Alwi, KH.Badrus Salam, KH.Mukti dan para Habaib yaitu Hb.Bakir, Hb. Alwi Alaydrus dan Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki (yang saat itu tinggal di Jalan Raya Langsep Kota Malang).
Beliau sangat dekat dengan Habib Alwi Alaydrus, kemanapun Hb.Alwi berdakwah beliau selalu mendampingi sampai ke pelosok-pelosok desa yang mayoritas penduduknya non muslim. Beliau banyak belajar strategi dakwah dari sosok Hb.Alwi Alaydrus . Beliau tidak segan – segan berguru/taklim kepada mubaligh-mubaligh muda diantaranya Habib Sholeh Alaydrus dan KH. Nur Hasanuddin dan memberi motivasi kepada para da’i muda yang lain.
Dari kecil beliau sudah dilatih berdagang dan merantau ke Malang memilih menjadi pedagang sebagai mata pencaharian. Beliau setiap hari berdagang di pasar besar Malang. Mulai pagi sampai sore di Pasar Besar, disela-sela berdagang beliau juga berdakwah diantaranya menyadarkan dan membimbing para preman pasar untuk bertobat dengan pendekatan dari hati ke hati, membentuk jam’iyyah silahturahim pedagang Madura,menjelang sholat Dhuhur beliau mengajar para pegawai kantor pajak dan karyawan toko Sarinah .
Setiap Ba’da dhuhur beliau berkeliling jualan peralatan rumah tangga di wilayah kota Malang bersama kuli pikul yang membawa barang( Istilah dulu adalah Bang Kredit). Setiap hari beliau menagih pembayaran barang ke pelanggan,cara berdagang tetap menggunakan sistem muamalah yang Islami( pembelian kredit atau kontan tetap dengan satu harga ).Alhamdulilah ,banyak pelanggan yang suka dengan cara berdagang beliau dan karena sering memberikan nasihat tentang agama Islam ,akhirnya beliau sering diundang mengisi pengajian di wilayah tersebut.
Beliau sangat gigih berdakwah untuk memperjuangkan agama Islam berbagai ujian dan rintangan tidak membuat beliau menyerah. Suatu ketika beliau berdakwah di pelosok desa yang mayoritas penduduknya beragama Hindu,tiba-tiba listrik di mushola dimatikan oleh orang yang tidak suka dengan pengajian beliau,juga ban sepeda motor ditusuk paku dari desa tersebut sampai Tanjung beliau tuntun sepeda motornya karena sudah malam tidak ada tukang tambal ban. Setiap sepekan sekali beliau berdakwah di desa tersebut. Alhamdulilah berkat kegigihan beliau berdakwah dan banyak warga desa yang mendapat hidayah Alloh akhirnya masuk Islam dan mushola tersebut menjadi masjid yang besar dan banyak jama’ahnya.
Beliau tidak pernah menolak undangan dakwah dimana pun tempatnya ,tidak ada fasilitas listrik,jalan makadam,orang tidak mampu beliau tetap gigih berdakwah. Pernah suatu ketika pulang dari desa Wagir melewati jalan yang gelap jauh dari pemukiman ( Jurang Akhir )bingkisan dari takmir itu jatuh dari sepeda motor,beliau berhenti untuk mengambilnya,ternyata ada suara berteriak “ aku mintaaaa “ akhirnya bingkisan itu tidak jadi diambil. Dan kejadian tersebut tidak menyurutkan semangat beliau berdakwah di pelosok desa tersebut.
Beliau sangat bertanggung jawab terhadap kewajiban/tugasnya sebagai imam rowatib di Masjid Agung Jami’ Malang ,walaupun hujan deras,angin petir dan keadaan sakit pun beliau tetap berangkat menunaikan tugasnya. Setiap hari beliau juga mengajar pegawai kantor dan karyawan toko di sekitar Masjid Agung Jami’ Malang.
Dalam berdakwah beliau mengajarkan berbagai macam kitab diantaranya Riyadhus Sholihin,Safinatun Najah,Fasholatan,Fiqih,Nahwu Shorof,Fathul Mu’in,Kifayatul Ahyar dan masih banyak lagi.
Contoh tauladan sehari-hari kepada keluarga maupun santri-santrinya adalah menyantuni anak yatim,membiayai anak-anak yang tidak mampu di pesantren,selalu mengajak anggota keluarga bersilahturahmi,senang dan sayang kepada anak kecil ,bisa ngayomi dan ngopeni sesepuh ( nenek,bibi dan paman senang tinggal bersama beliau), jujur dalam segala hal terutama dalam berdagang,beliau selalu menekankan sedekah dalam bentuk apa pun ( setiap tamu yang datang harus diberi makan),jangan sampai hutang( kalau ingin apa-apa harus sabar sampai punya uang). Setiap selesai ceramah ditutup dengan bacaan Syi’iran KH.Yasin Yusuf Blitar dan Syi’iran KH.Nidhom Wafa
Beliau tidak tega jika melihat orang berjualan,sudah sore dagangannya masih banyak,beliau akan membeli semua dagangannya dan dibagikan ke tetangga atau orang-orang yang ditemui di jalan. Dalam berdakwah beliau tidak pilih-pilih dari kalangan mana pun.Ada cerita dari keponakan beliau di Turen,pernah diberi uang oleh beliau dan uang itu dibelikan minyak tanah untuk dijual lagi dan Alhamdulillah usahanya berkembang dan menjadi toko besar sampai sekarang.
Sejak muda beliau aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan dan organisasi kepemudaan. Pernah menjadi anggota Marching Band Bangil dan mengikuti turnamen di Jakarta. Di kepemudaan NU menjadi anggota Gerakan Pemuda Anshor. Mendirikan Majelis Taklim Daril Muhtadien di Tanjung Gang 9 dengan para santri mulai usia Balita sampai orang tua. Alhamdulillah sampai sekarang Majelis Taklim Daril Muhtadien diasuh oleh Hj.Sumirah dan putra/i beliau.
Beliau juga aktif di kepengurusan Nahdhatul Ulama dan menjadi mubaligh tetap di masjid-masjid di kota dan kabupaten Malang. Sejak tahun 1972 menjadi pengurus takmir Masjid Agung Jami’ Malang sampai akhir hayat beliau ,mengabdi selama 39 tahun.
Awal aktif di Masjid Agung beliau menjadi mu’adzin kemudian diangkat menjadi imam rowatib oleh Habib Alwi Alaydrus dengan mengikuti tes tahsin di Jepara Kudus
Bersama Alm.Ust.Muhson Sahlan dan Ust.Choirul Anwar (Tiga sekawan yang mengabdi di Masjid Agung Jami’ Malang sampai akhir hayat). Beliau sebagai imam rowatib sholat Dhuhur dan Asar dan Ust.Muhson imam Rowatib sholat shubuh,Maghrib dan Isya’ sedangkan Ust.Choirul Anwar mu’adzin sholat rowatib 5 waktu.
Beliau juga sebagai pengurus seksi peribadatan yang menangani kegiatan –kegiatan ibadah dan hari-hari besar diantaranya hari Raya Idul Fitri dan hari Raya Idul Adha (beliau terjun langsung menyembelih hewan kurban,dan sampai sekarang dilanjutkan oleh putra-putra dan cucu-cucu beliau).
Pada tahun 1972 beliau mendirikan Forum silahturahim pedagang Pasar Besar Malang yang berasal dari Madura.Kegiatannya adalah pembacaan Sholawat Simtudhuror /Ad Diba’i dan pembacaan Yasin/Tahlil dan sebagai tempat pengkaderan ustadz-ustadz muda yang baru lulus dari pesantren , Forum Silahturahmi tersebut masih ada sampai sekarang.
Setiap bulan sekali beliau ada jadwal khutbah Jum’at di Desa Mendris Madura tempat beliau dilahirkan,dengan mengendarai motor Suzuki A100 membonceng istri dan putra/i nya,setiap bulan putra/i bergiliran yang diajak ke Madura dengan tujuan agar putra/i nya mengenal tanah kelahiran nenek moyang dan mau bersilahturahmi ke famili.
Setiap bersilahturahmi ke Madura atau ke tempat yang lain beliau selalu berpesan “ keadaan susah atau senang harus saling mengabari,yang rukun jangan sampai putus persaudaraan”. Setiap bulan Rojab beliau mengadakan khitanan massal gratis di desa Mendris Madura,bersama KH. Yusuf Abdurahman dan sudah berjalan 15 tahun.
Setiap hari jum’at ba’da Asar mengisi pengajian di pengajian ibu-ibu Muslimat NU di kota Malang. Mendirikan Jam’iyyah Uswatun Khasanah di desa Pandan Landung.
Mengakad nikahkan para santri dan juga putra/i jamaah beliau.
Ba’da Asar sampai ba’da Isya mengajar di Majelis Taklim Daril Muhtadien dibantu oleh Istri dan putra/i beliau yang baru lulus dari Pesantren.
Pada awal tahun 2011 kesehatan beliau mulai terganggu,ada indikasi jantungnya bermasalah.Tapi tidak menyurutkan semangat beliau berdakwah ,kadang didampingi oleh putra beliau dan santrinya. Ketika pertama kali anfal setelah mengimami sholat isya di rumah,kita semua panik dan mau membawa beliau ke rumah sakit,tapi beliau tidak mau karena ada agenda ceramah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, salah satu putra beliau bersedia menggantikan,beliau tetap tidak mau dengan dalih kasihan yang mengundang sudah jauh-jauh hari nanti kecewa. Dan Subhanalloh,ketika beliau ceramah tidak seperti orang yang sedang sakit. Intinya beliau tidak mau mengecewakan orang lain.
Pada awal bulan Maret 2011 beliau mengalami anfal yang kedua dan minta diantar ke Rumah Sakit Islam Sawahan. Ketika diuji sakit beliau sangat sabar dan ikhlas,tekanan darah sempat drop 50/0,Subhanalloh kondisi beliau biasa saja.bicara dengan jelas. Menurut ilmu kedokteran pasien dengan tekanan darah 50/0 kondisi koma dan kritis. Para perawat sampai heran.
Beliau sudah mempersiapkan segala sesuatunya jika dipanggil oleh Alloh SWT diantaranya kain kafan yang sudah diukur dan dijahit sendiri, parfum dan kain ihrom saat haji pertama tahun 1995. Memberi wasiat kepada putra/inya agar mengikuti ajaran Ahli Sunnah Wal Jama’ah,melanjutkan cita-cita dan perjuangan beliau berdakwah ,amalkan ilmu walau pun sedikit ajarkan,rumah jangan sampai tidak ada bacaan Al Qur’an serta Majelis Taklim Daril Muhtadien tetap ada.
Sehari sebelum wafat beliau minta pulang paksa dari rumah sakit karena ingin bertemu dengan keluarga dan para jama’ah.S esampainya di rumah beliau tidak mau dibaringkan di kamar minta dibaringkan di majelis taklim di pengimaman karena ingin minta maaf serta menyampaikan wasiat ke keluarga dan para jama’ah. Sore harinya beliau dilarikan ke RSU Saiful Anwar karena mengalami sesak nafas,beliau sempat melambaikan tangan ke para jama’ah sebagai salam perpisahan.
Malam hari beliau dimasukkan ke ruangan ICU Jantung sejak saat itu mulai gelisah menanyakan hari,jam dan memanggil-manggil ibunya. Selama sakit beliau tidak pernah lepas dari tasbih dan siwak. Menjelang Subuh kondisi beliau mulai menurun tapi masih dalam keadaan sadar dan bicara bahwa pintunya sudah dibuka dan akan pulang. Dokter menyuruh kami putra/inya untuk mendampingi beliau,dan beliau menghembuskan nafas terakhir pada hari Rabu,16 Maret 2011/11 Robi’ul Akhir 1432 H.
Prosesi perawatan jenazah sampai pemakaman berjalan lancar,ketika kami memberikan penghormatan terakhir sebelum ditutup kami melihat wajah beliau tersenyum .Sholat jenazah dilaksanakan di masjid Daril Muhtadien dan di Masjid Agung Jami’ Malang. Alhamdulillah apa yang diwasiatkan beliau diantaranya ingin dimakamkan dekat dengan guru beliau dan tidak dinaikkan Ambulan ke pemakaman ,Alloh meridhoi. Mulai dari rumah,keranda melesat sampai ambulan yang tadinya sebagai pembuka jalan tertinggal di belakang.
Subhanalloh jama’ah sampai berebut ingin mengangkat keranda mulai dari rumah sampai ke Masjid Agung Jami’ Malang,ketika melewati rumah Alm.Habib Alwi Alaydrus keranda berjalan pelan sekali,menunjukkan kalau beliau sangat takdzim ke gurunya.
40 hari sebelum beliau wafat ,sdh mempersiapkan kain kafan yang diukur dan dijahit sendiri. Ketika acara tahlilan 7 hari ,para jama’ah dan keluarga mencium bau yang sangat harum.setelah beberapa bulan kemangkatan beliau, masih ada orang yang hendak mengundang ceramah,kami sampaikan bahwa beliau sudah meninggal,orang tersebut tidak percaya karena seminggu sebelumnya bertemu beliau. Banyak sekali amal kebaikan beliau yang kelurga tidak ketahui berdasarkan cerita dari jama’ah dan orang yang pernah ditolong beliau.
C. Kesimpulan
Islam dikenal sebagai agama korporatis, yaitu berdakwah dan membangun jaringan dagang. Islam di era klasik menguasai semua jalur perdagangan dari hulu sampai hilir dan sarana-sarana dan struktur perdagangan telah tumbuh begitu kuat. Para saudagar muslim ini berdagang bukan karena semata-mata mencari keuntungan, tetapi karena ada landasan agama yang memerintahkan bahwa dunia perniagaan sangat penting dalam menopang keberlanjutan penyebaran agama Islam.
KH. Oemar Sahla mampu berdakwah dan giat dalam berdagang. Berkat kejujuran dalam bergadang dan kegigihan dalam berdakwah, terjudlah ribuan alumni yang siap melanjutkan dakwah beliau. Termasuk putra-putrinya yang menuai amal kebaikan beliau. Berkat do’a, didikan keras dan disiplin juga bekal ilmu agama yang beliau berikan kepada putra/i nya ,semuanya bisa bermanfaat di tengah masyarakat ada yang menjadi ustadz di pesantren,guru di Madrasah,guru ngaji di mushola dan Taman Pendidikan Qur’an sesuai wasiat beliau “Amalkan ilmu,walau sedikit ajarkan”. (Nur)